You Are What Your Lunch



You are what your lunch...
Saya belum menemukan gambaran yang pas untuk menterjemahkan kalimat itu dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tapi kira-kira seperti inilah pengertiannya. Cekidutz cuy...

Adalah sebuah tempat yang luas, dengan beberapa stand yang menjajakan pelbagai macam kuliner, dengan harga tidak terjangkau, maksud saya cukup mahal untuk karyawan kelas saya :). Secara resmi, nama tempat itu adalah KANTIN.
Setiap siang pada jam yang sama, yaa...tidak sama persis beda 5 sampai 10 menit laa, orang-orang dari seluruh penjuru sawah (maaf, saya lebih suka memakai kata"sawah" untuk menyebut tempat saya bekerja biar enak ajah..) berkumpul di tempat itu, kantin itu untuk mengisi ulang energi yang sudah hampir habis akibat pergulatan dengan pekerjaan dari pagi, bahkan mungkin ada yang dari subuh - omaigudz!!bareng maling buu atau bareng mlijo ??.


Siang itu, kebetulan saya memesan makanan yang cukup lama untuk disajikan, soto ayam biasa sebenarnya, hanya saja menjadi lama karena penjualnya harus mengejar si ayam dan membujuknya agar mau berkorban nyawa demi manusia, predator tertinggi dalam rantai makanan, hehe...-jangan terlalu dianggap serius lho. Upaya pengejaran itu cukup lama sehingga memberi saya waktu untuk mengamati sekitar *bergaya bak Dr. Ligthman dalam serial Lie To Me*.

Dalam pengamatan itu saya menemukan banyak sekali peristiwa manusiawi. Kelompok mahasiswa tingkat pertama membicarakan pelajaran pertama mereka, mimpi mereka, harapan dan kekecewaan mereka, dosen mereka, teman baru mereka dan mungkin ada juga yang sedang kasmaran dan membicarakan orang yang disukainya di kelas. Kelompok mahasiswa tingkat akhir, tidak membahas apa-apa, mereka makan siang dalam diam, melayang dengan pikiran mereka masing-masing, tema skripsi, tanggungan biaya kuliah, pesta kelulusan, mencari kerja atau bahkan mungkin sedang merencanakan pernikahan begitu lulus. Ada kelompok lain yang membuat saya tertarik, kelompok sesama penggarap sawah. Sangat menarik, karena entahlah, tidak ada pandangan mengasihi di dalamnya. Masing-masing memikirkan diri sendiri, ada yang berkumpul untuk mendapatkan koneksi ke atas, ada yang merasa bahwa dirinya lebih dari orang lain, ada lagi yang merasa bahwa ini adalah saat yang tempat untuk menunjukkan diri sebaik-baiknya hingga bersikap jaim dan kaku. Tidak jauh dari kelompok itu ada kelompok yang mengisi makan siangnya dengan keluhan pekerjaan yang banyak, atasan yang tidak mau mengerti hingga pembicaraan tentang upah penggarap sawah.

Wow, banyak sekali ya macamnya. Saya tidak mengira ternyata sebagian besar dan hampir semuanya malah tidak menikmati makan siangnya dengan diam. Sayang sekali, padahal aktivitas makan itu buatku merupakan ritual yang dalam. Proses makanan itu hingga sampai ke mulut kita melalui proses yang panjang. Padi dari benih hingga kemepul berubah menjadi nasi, belum lauknya, panjang sekali perjalanan makanan itu. Dan kita tidak menikmatinya ketika masuk ke mulut, sayang sekaliii...

Sayang sekali waktu untuk menikmati dihabiskan dengan rumpian ngalor ngidul, bersikap munafik, menata sikap yang sebenarnya tidak perlu, berbicara yang baik-baik hanya di depan orang yang dimaksud. Hm...tidak bisa kah kita menikmati makan siang dengan diam? Menyerap asupan gizi tanpa mengeluarkan sampah dari mulut dan sikap kita? Ini kan makan siang, jika ingin bersosialisasi mesti ada tempat dan waktunya, bukan dengan makan siang.

Hebat ya, bagaimana sebuah makan siang bisa menyingkap siapa diri kita yang sebenarnya.

PS: Saya hanya mau makan siang nasi dan lauk saya, bukan dengan sampah yang keluar dari mulut kalian, maaf jika saya lebih suka makan di depan komputer :)

Komentar

Postingan Populer