New Normal New Me

New normal means let go off old beliefs system. Ini arti new normal untuk saya. Maksudnya seperti ini, dulu awal mula corona mendarat di Indonesia, sekitar Februari kalau ga salah, kita atau saya berpikir, ini hanya sementara. Sebentar pasti berlalu. Minggu minggu berlalu dan bulan pun berganti, Pemerintah mengeluarkan imbauan untuk memakai masker. Tidak lama kemudian setelah imbauan disampaikan, Pemerintah membuat peraturan baru semua orang wajib memakai masker, menjaga jarak, tidak berkerumun dan mencuci tangan. 
Hingga peraturan ini muncul, sayapun masih berpikir, oke ga masalah ini hanya sementara, sebentar juga selesai. Pemikiran ini didukung dengan keputusan saya saat membeli masker.
Pertimbangan membeli masker waktu itu: halah wong cuman dipakai untuk sementara aja lho, nda usa beli yg bagus2, seadanya aja, ga serasi sama baju gapapa, cuman sementara.

Hari-hari berlalu, minggu berganti bulan, bulan berganti musim-karna hingga musim mangga ngembang-pun grafik corona terus meningkat. 
Masker yang tadinya saya beli dengan pikiran hanya untuk sementara pun sekarang sudah melekat, sehari-hari sudah terbiasa dengan masker. Kalau keluar rumah tidak memakai masker rasanya seperti tidak memakai baju. Iya se-biasa itu memakai masker saat ini. Yang tadinya beli masker asal ada, sekarang masker makin kesini makin menjadi bagian dari identitas seseorang. Masker sudah menjadi fashion item baru sejajar dengan tas, clutch, sepatu dan kacamata. Dan sayapun mulai mencari masker yang ga "asal ada".

New normal bukan berarti kita benar-benar menjalani hal baru yang sifatnya sementara kemudian jika situasi sudah aman terkendali kita kembali pada old normal. Sepertinya tidak begitu cara kerjanya. 

Gagasan new normal ini benar benar memaksa kita untuk mempertanyakan kembali nilai-nilai yang kita percayai selama ini. Contoh: dulu kalau mau berkunjung ke rumah teman, kita langsung datang. Sekarang ada etikanya, sebelum berkunjung ke rumah teman, pastikan terlebih dahulu teman yang akan dikunjungi itu bersedia bersedia atau tidak. Dalam hal melaksanakan ibadah, dulu saya beribadah hanya fokus pada ritual-ritual fisik. Sekarang tanpa ritual tersebut, saya bisa menjumpai Tuhan dalam bentuk yang paling seserhana. Melipat tangan dan menundukkan kepala. Di rumah. Bersama keluarga tanpa ada distraksi apapun.

New normal menurut saya intinya adalah bahwa kita benar-benar dipaksa untuk meninjau kembali nilai-nilai yang kita pegang selama ini. Masih layakkah untuk dipertahankan ataukah sudah saatnya untuk dilepaskan. 
Meninjau kembali, mempertanyakan dan menimbangnya adalah mekanisme beradaptasi dalam situasi apapun. 

New normal, new me, ada pergeseran nilai kepercayaan disitu yang tidak akan muncul jika pandemi ini tidak pernah ada. Dan bahwa tidak ada satupun yang benar-benar baru untuk segala sesuatu yang ada di bawah matahari ini, maka jalani new normal layaknya menjalani kehidupan sebelum ada corona, namun ada penambahan fitur baru yang perlu di sesuaikan. Karena kelangsungan hidup bergantung pada kemampuan beradaptasi terhadap hal hal yang tidak bisa kita kendalikan atau hindari. 

Tips singkat beradaptasi:
1. Tingkatkan standar mutu kesehatan dari sisi kebersihan dan asupan makanan
2. Jaga pikiran dari hal hal yang membuat kita semakin menjadi overthinker
3. Fokus pada apa yang penting bagi kita (kalau bingung, lihat teori kebutuhan Maslow) karna waktu dan energi kita terbatas, jadi jangan habis untuk hal yang ga jelas.

Komentar

Postingan Populer