Wedding Ring in The Wrong Place

Bagaimana sebuah keluarga akan bertahan lama jika simbol paling suci mereka berada di tempat yang salah? Sepasang cincin suami isteri yang dibeli dengan hati, kini tidak lagi melingkar di jari manis kedua mempelai yang mengikat janji sehidup semati di depan Tuhan.


Sepasang cincin yang dipilih dan dibeli dengan cinta terpaksa harus mengalah dengan kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin mendesak. Saat ini manusia hidup di zaman dimana sepasang cincin pernikahan tidak lagi memiliki nilai yang seharusnya dimiliki oleh cincin, yaitu sebagai simbol cinta kasih yang tidak akan berakhir, seperti bentuknya, lingkaran. Saat ini sebuah cincin lebih bernilai ekonomis daripada yang seharusnya. Apakah ini sebuah pergeseran nilai, ataukah ada cinta yang lebih besar di balik peristiwa pergeseran arti sebuah cincin pernikahan? Entahlah, perutku serasa diaduk-aduk dengan spatula mini, ada rasa mual yang taktertahankan ketika pikiran-pikiran itu berlalu lalang tidak tertib dalam otakku saat aku berada di tempat dimana orang bisa mendapatkan uang dengan cepat tapi harus ada barang yang ditinggalkan.
Aku melihat sepasang suami isteri muda, berumur tidak jauh denganku, datang dengan wajah yang jelas tidak berseri-seri -bagaimana bisa berseri-seri jika sebentar lagi hal paling penting yang menjadi simbol pernikahan mereka harus diserahkan atas nama kebutuhan. Aku memperhatikan setiap langkah sang isteri, entah karena udara di luar yang panas ataukah kebutuhan rumah tangga yang sangat mendesak, ia melangkah dengan lemas menuju loket enam, loket pengajuan permohonan pinjaman. Aku melihat ia mengeluarkan sebuah kantong dari dalam sakunya, suaminya berada di sampingnya dengan tangan yang melingkar di pinggang sang isteri, mungkin sang suami ingin mengatakan "jangan khawatir, semua akan baik-baik saja". Sang isteri menoleh suaminya dengan mata berkaca-kaca sembari mengeluarkan kantong berisi dua pasang cincin pernikahan dari dalam sakunya. Wajahnya yang letih tanpa riasan semakin mempertegas bahwa ia sangat berat untuk melepaskan cincin itu.

Dari balik punggung mereka, aku memperhatikan dan berpikir bahwa ini semua tidak adil, tidak layak terjadi di bumi Indonesia tercinta, negara tropis dengan sinar matahari dua kali lebih banyak, dengan kualitas tanah yang melebihi nilai emas, dengan hasil laut yang melimpah, tapi kenapa antrean panjang di tempat ini masih saja terjadi? Tidak usah membaca data statistik yang rumit, situasi ini saja sudah memberikan data yang lengkap. Sebuah fakta yang berbicara bahwa kita hidup di dunia yang tidak adil. Suami isteri terpaksa harus menyerahkan milik mereka yang paling berharga, seorang nenek menyerahkan jarik dengan cap jempolnya, seorang pemuda menyerahkan laptop yang seharusnya ia pakai untuk belajar dan masih banyak lagi barang-barang berharga yang diserahkan dalam antrean panjang itu.

Seharusnya para penguasa tidak perlu jauh-jauh untuk studi banding, seharusnya mereka berkunjung ke tempat-tempat dimana aku, kami menyerahkan milik berharga kami demi sesuap nasi di negeri yang batu dan kayu pun bisa jadi tanaman.

Komentar

Postingan Populer