Dua Tahun Yang Melesat

Usianya hampir menginjak dua tahun
"Tidak terasa sudah besar" mereka bilang
Namun buatku, waktu telah berhenti
Berhenti di hari ketika kau lahir
Karena sejak saat itu orientasi ruang dan waktuku telah berubah
Tubuhku berubah pun dengan jiwaku
Tidak ada yang sama sejak pertama kali kau datang di hidupku
Karena ketika kau lahir, akupun juga terlahir, sebagai ibu.

Dua tahun yang melesat, sepertinya
Ada rasa bahagia yang membuncah
Ada pula rasa khawatir yang menghabiskan malam malamku yang tenang

Tapi tahukah kau,
Ditengah sibukmu belajar tentang dunia
Kau pun sedang mengajariku tentang kehidupan

Perihal tentang mendidik anak, kenapa ya pertanyaaan-pertanyaan seperti "apakah yang kulakukan ini sudah benar? Atau apakah yang kulakukan sekarang ini berdampak baik atau berdampak buruk kedepannya untuk anakku? Atau bener ga sih cara mendidikku ini? " dan masih banyak lagi pertanyaan yang selalu muncul dalam proses membesarkan si buah hati yang ujung-ujungnya menggiring kita untuk memperbanyak bacaan tentang parenting.
Hasilnya? Bukannya puas, malah menjadi terobsesi.

Padahal sementara kita sibuk membaca banyak tentang anak dan cara mendidik anak. Tanpa disadari  anak telah mengajarkan kita hal hal yang telah dilupakan ketika tumbuh menjadi dewasa.

Berhenti.
Anak mengajarkan saya untuk bisa berhenti. Diantara hiruk pikuk dunia online maupun offline yang semuanya serba cepat, tergesa gesa dan buru buru. Si kecil ini mengajak saya untuk masuk ke dunianya. Dunia anak yang super selow. Dari situ saya tahu bahwa dunia anak dan dunia orang dewasa ternyata memiliki orientasi waktu yang berbeda. Satu menit di dunia dewasa satu jam di dunia anak. 😂
Dia bahkan bisa berhenti lama hanya untuk mengamati semut baris!
Dalam proses pengamatan itu saya belajar untuk tidak melakukan apa apa. Tidak mengambil foto, tidak mengupload di instagram, tidak mengetik pesan wa, pokoknya tidak melakukan apa apa. Saya belajar untuk bisa berhenti melakukan sesuatu dan membebaskan diri dari perasaan bersalah karena tidak melakukan sesuatu.

Berserah.
Setelah mempunyai anak, saya mengamati bahwa ada dua macam orang kuat. Pertama, orang kuat adalah orang yang mampu mengerjakan segala sesuatunya sendiri, mandiri, seminimal mungkin membutuhkan bantuan dari orang lain (ini saya banget sebelum menikah dan punya anak). Kedua, ternyata orang kuat adalah orang yang mampu berserah diri. Menyerahkan dirinya untuk dibantu oleh orang lain. Menyerahkan egonya, keinginannya untuk mengendalikan segala sesuatu. Karena sebaik apapun upaya kita mendidik anak, pasti ada hal yang di luar jangkauan tali kendali dan itu hanya bisa dijangkau oleh doa. Disitulah saya belajar untuk berserah.

Berjalan pelan.
Di setiap tahap perkembangan anak, saya benar benar belajar untuk slow down, tenaaang, jalan pelan aja, ga usa buru buru. Awal awal memang susah ya untuk tetap tenang sementara anak orang lain yang seumuran menunjukkan perkembangan sedikit lebih cepat. Tapi lama lama saya jadi mikir, kalau saya tetap mempertahankan jiwa kompetisi yang konyol ini, saya akan menyakiti anak dan diri saya sendiri. Setelah proses panjang yang melelahkan akhirnya saya simpulkan bahwa setiap anak memiliki waktunya sendiri sendiri. Talenta mereka pun berbeda, yang terpenting adalah mereka tahu bahwa mereka sangat dicintai apa adanya.

Ya, mendidik anak memang melelahkan, perjalanannya bisa naik turun secara tajam. Diantara rasa lelah dan perjalanan yang penuh kejutan itu, anak memberikan sesuatu. Saya ga bilang rasa lelah akan hilang ketika anak bisa memanggil mama atau bilang aku sayang mama. Karena itu semua sudah otomatis ada. Jangankan anak, kalau kita mengerjakan sesuatu yang kita cintai meskipun lelah pasti ga akan merasa lelah begitu ada yang mengapresiasi hasil karya kita. Apalagi ini tentang anak. Perasaan yang diberikan lebih mendalam. Karena bukan anak saja yang berproses, kita pun ikut berproses menjadi orang yang benar benar berbeda dan tentu jauh lebih baik.

Satu hal lagi yang bikin seru dalam mendidik anak adalah letupan letupan kecil dalam dada yang tiba tiba muncul ketika anak menunjukkan kebisaannya. Bisa jalan, bisa bicara, bisa makan sendiri, bisa pakai sepatu sendiri, bisa bilang pipis! Benar kata orang, mendidik anak adalah sebuah seni. Ga ada pakemnya, teori dan insting berjalan bersamaan. Kita bisa membaca sebanyak apapun buku tentang parenting, tapi kalau ga bisa "membaca" anak, kita ga akan belajar apa apa.

Komentar

Postingan Populer