Love-hate Relationship With Gadget

My love-hate relationship with gadget 

Gadget, hape, gawai, tv, semua yang berhubungan dengan screen time rasa-rasanya sudah menjadi momok untuk para ibu. It consumes lots of your energy, and it drains you as a mother. I know how it feels. Ketika scrolling di instagram  melihat orang asing bermain asik bersama anaknya di luar rumah, main becek2 main sensory play dgn hashtag Montessori, siapa yang ga pedih hatinya ketika menengok ke samping, anaknya sedang asik pegang hp nonton, johny johny yes papa. Sedangkan kita mau ajak dia main, seperti di instagram atau pinterest, badan udah ga kompromi. 
Sedangkan satu-satunya kesempatan untuk istirahat atau melakukan pekerjaan yang lain adalah ketika anak bermain dengan hape. Itupun ga bisa lama, karna kawatir juga kan dengan matanya.

Apa sih yang mau aku share disini?
Semua pasti setuju yes, bahwa mendidik anak di jaman sekarang itu seperti ngajak anak main ke pasar malem yang lengkap dengan odong-odong dan kereta kelincinya. Berisik, riuh, banyak distraksi dan tentunya bertabur gemerlap teknologi. Yang, jika semua diambil hati akan membawa kepusingan yang hakiki.

Teori parenting ada dimana2 di posting dimana2 oleh banyak ahli-termasuk hal screen time ini. Sebagai orangtua baru, dulu aku kemaruk, semua aku baca, aku bandingkan, aku sesuaikan dengan kondisi di lapangan sampai akhirnya aku lelah dan tersadar. Siktalah, ini aku baca bejibun teori supaya aku bisa bahagia dalam mendidik dan membesarkan anak, itu tujuannya kan? Tapi kenapa berakhir seterez begini? Ini pasti ada yang salah. 

Long story short, akhirnya aku memutuskan untuk berhenti melihat semua teori itu sebagai panduan hidup menjadi orangtua yang ideal. Ideal? Omong kosong, ideal untuk orang lain belum tentu ideal untukku. Sebagai wawasan aja, gapapa. Tapi jangan terus dijadikan sebagai kitab suci, no, big no. aku dan anakku adalah pribadi yang unik, ikatan antara kami berdua pun juga unik, dibangun dengan cara yang unik dan akan mengalami hal-hal unik lainnya yang bisa saja menjadi tren parenting yang baru.

Jadi sekarang, aku bisa bilang, bodo amat sama gaya parenting yang fancy itu, dengan postingan buibuk yang main tepung, tanah liat atau main pakai peralatan montesori. Tapi sebebas-bebasnya aku dalam mengasuh, yang penting adalah standar ini yang ga boleh ilang apapun jamannya, apapun teori parentingnya, siapapun yang ngomong. Teori parenting ajaran lama yang akan selalu aku tanamkan;
Mengenal Tuhan
Menghormati sesama
Sopan santun
Mengendalikan diri
Berempati
Mengenal perasaan sendiri
Compassion
dan komunikasi

Ada satu teori parenting yg aku puja baik metode mauoun filosofinya. Tentang Montesori
Siapa yang ga tahu tentang Montesori? Mainan sensory? Mainan edukasi yang fancy dan mihil? Ternyata itu semua, baru kusadari adalah pinter-pinter e wong dagangan gaes..jadi jangan bingung bin galau kalau ga bisa belikan anak salah satu apparatus montesori (karna dulu akupun begitu, sekarang mah woles)

Jadi, Maria Montessori sendiri menciptakan filosofinya sama sekali tidak punya tujuan komersil seperti sekarang ini. jadi buibuk yang budiman, jangan lagi galau kalau ga bisa beli mainan se-fancy itu. Semua yang maria Montessori tuliskan itu sangat sangat bisa dipraktekkan dalam hidup sehari-hari tanpa ada satu rak penuh mainan ala Montessori.
Secara singkat, ini yang diajarkan:
Kemandirian
Berproses dengan menyentuh, melibatkan semua indera
Mempelajari suatu konsep itu dari bentuk nyata ke abstrak 
Masih banyak sebenarnya, ini cuman point yang kutangkap untuk perkembangan anak seusia Nathan
Kesimpulannya, bahwa 
Montesori itu bukan tentang mainan, material dan rumah minimalis yang sempurna
Montesori bukan hanya tentang dunia pendidikan (baca,tulis hitung)
Montesori bukan tentang bisa ngitung baca dan tulis di usia dini
Montesori bukan soal anak bisa mandiri di usia sedini mungkin
Montesori bukan untuk anak sultan aja
Montesori adalah laku hidup. Laku hidup yang sederhana, mengalir mengikuti aturan alam. Menghormati pribadi seorang anak, karena sebenarnya dia tahu, dia berpikir dan dia merasakan semua yang dia terima. Kuncinya cuman satu, observasi, menghabiskan waktu bersama, berkomunikasi, menyediakan kebutuhannya, mendengarkan ceritanya atau nyanyiannya atau ocehannya, bicaralah kepadanya, masak bareng, membersihkan rumah bareng, jalan-2 di taman tanpa alas kaki bareng, baca buku bareng dan ulangi terus menerus.

Mulailah dengan apa yang kita punya, karena yang paling penting dari itu semua adalah cinta kita


Komentar

Postingan Populer